Pages

Jumat, 05 Januari 2018

[BOOK REVIEW] Doa Untuk Anak Cucu

Judul : Doa Untuk Anak Cucu  
Penulis : W.S Rendra
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun : 2013
Halaman : 120
ISBN : 978-602-88-1112-5
Overall Rate ⭐⭐⭐⭐⭐ 

Rendra, penyair legendaris negeri ini, telah lama berpulang. Namun, dia tidak sepenuhnya pergi. Ditinggalkannya alunan kata yang indah dan bertenaga bagi kita. Rendra bukan hanya seorang penyaji estetika. Dia turut menghadirkan realita di dalamnya. Perhatikanlah betapa puisi-puisinya selalu bicara tentang peristiwa di sekeliling kita. Tentang mulut-mulut yang terbungkam. Tentang orang-orang yang dirampas haknya. Tentang harapan mereka yang dilupakan. Namun, tak lupa pula dia membingkai rasa hormatnya kepada pencipta dalam larik-larik penuh makna.

Doa untuk Anak Cucu berisi puisi-puisi yang kerap dibacakan Rendra di berbagai kesempatan, namun tak pernah diterbitkan. Buku ini memberi kesempatan bagi siapa saja yang ingin menikmati kepekaan dan kegeniusan Rendra dalam mengolah rasa menjadi kata, sekaligus menjadi warisan otentik tak ternilai bagi generasi-generasi yang akan terlahir di masa-masa berikutnya.
 
***
Aku suka Rendra. Suka sekali. Mungkin karena gaya penulisannya yang sangat khas: frontal, tidak basa-basi, tegas, dan lugas. Ia tidak menggunakan banyak metafora atau simile, kalaupun ya, metaforanya masih dapat dengan mudah dipahami. Terlebih lagi biasanya Rendra menuliskan kisah, balada, dan fenomena di balik puisinya, jadi biar kita pinter dikit baca puisi sekaligus belajar sejarah, belajar sosiologi, belajar politik, belajar hidup dari penulis sekelas W.S. Rendra dengan ilmu dan pengalaman dalam bidang sastra, teater, dan puisi yang mumpuni.

Buku ini memuat 22 puisi, dengan objek yang berbeda-beda, namun benang merahnya tetap protes terhadap pemerintah, politisi, militer. Ia juga mengajak kita melihat konsep ideal tentang hubungan antara rakyat dan pemerintah.
 
Semenjak puisi pertama, hingga terakhir, jujur aku sangat menikmati. Mungkin karena Rendra bukan tipe pengguna kalimat metafora yang membingungkan. Dengan menggunakan kalimat lugas, puisinya tetap saja indah dibaca dan dirasa. Kebanyakan puisi dalam buku ini merupakan puisi bernada sosial, dan didominasi kritik terhadap pemerintahan Soeharto yang memang membatasi kebebasan para seniman saat itu. Ada pula puisi yang bernuansa religius, konflik Ambon, Tsunami Aceh, dan kehidupan kaum miskin. Puisi-puisinya adalah saksi betapa membabi buta cintanya terhadap rakyat dan mereka yang terpinggirkan.
"Gumamku, ya Allah"

Angin dan langit dalam diriku
gelap dan terang di alam raya
arah dan kiblat di ruang dan waktu
memesona rasa duga dan kira
adalah bayangan rahasia kehadiran-Mu, ya Allah!

Serambut atau berlaksana hasta
entah apa bedanya dalam penasaran pengertian
Musafir-musafir yang senantiasa mengembara
Umat manusia tak ada yang juara
Api rindu pada-Mu menyala di puncak yang sepi

Semua manusia sama tidak tahu dan sama rindu
Agama adalah kemah para pengembara
Menggema beragam doa dan puja
Arti yang sama dalam bahasa-bahasa berbeda (halaman 3)
Tidak bisa untuk tidak memberi buku antologi puisi ini lima bintang, karena pada akhirnya kumpulan puisi Rendra ini memang merupakan doanya bagi anak cucu (baca: kita).

0 komentar:

Posting Komentar